Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Mei 2011

Iman

Iman itu letaknya di dada(jantung) dalam bahasa arab di Qalbun, kalau di bahasa Inggris Heart, sebenarnya jika kita biasa mendengar orang-orang mengatakan bahwa iman itu dalam hati, tetapi Qalb ataupun Heart memiliki arti jantung.
Dalam suatu penelitian seorang dokter, Myriam Horsten ada suatu hal yang menarik. Bahwa daya tahan terhadap serangan jantung ternyata tiodak berhubungan langsung dengan pola makan, gaya hidup , dan bahkan tingkat tekanan mereka dalam menghadapi persoalan hidup bermasyarakat.
Ternyata orang-orang yang lemah daya tahan jantungnya adalah orang-orang yang hidup flat,datar, tentram, jarang menghadapai persoalan pelik kehidupan, menjalani hari-hari dengan kemapanan, nyaris tanpa tantangan.
Dalam penelitiannya, Myriam bekerjasama dengan koleganya dari Karolinska Institute,stockholm,Swedia. Dia mengukur dan merekan  detak jantung 300 orang wanita sehat selama 24 jam. Hal itu dilakukannya berulang-ulang. Penelitianpun dilakukan terhadap teman-teman para wanita ini, sekaligus diusahakan untuk memperoleh gambaran tentang seberapa tinggi tingkat kemarahan dan depresi mereka.
Orang yang aktif dan banyak terhubung dengan sesama manusia dalam sehari mengalami berbagai guncangan emosi; mereka tertawa, bersemangat, tegang, senyum, takut, cemas, optimis, tercerah. Kesemua hal yang sangat emosional dan dipicu dari hubungan-hubungan dengan sesama ini mempengaruhi berbagai hormon, utamanya adrenalin yang berperan mengatur ritme jantung. 
"Jantung dalam kondisi seperti itu, yang sering dipicu dengan perubahan emosi adalah jantung yang berolahraga. jantung ini menjadi terlatih, dan kuat. Jantung ini adalah jantung yang sehat" tutur Myriam.
Dan sebaliknya jantung orang yang kehidupannya datar-datar saja, tentram-tentram, dan lebih-lebih sangat kurang interaksi sosialnya memiliki variabilitas detak yang sangat kecil. Akibatnya, jantung mereka menjadi jangtumng yang lemah terhadap serangan.
Jadi, bagaimana caranya menguatkan jantung kita? "Gampang" kata Myriam Horsten. "Perbanyaklah hubungan dengan sesama, perkaya getar-getar emosi bersama mereka, lakukan hal-hal yang variatif dalam kehidupan, dan cobalah tantangan-tantangan baru!". Jadi benar, selain meluaskan rizki,  silaturahim juga memanjangkan umur bahkan maknanya yang paling lugas. 
Kembali lagi membahas tentang iman yang berada di hati, qalb, heart apapun bahasanya yang penting sama maknanya. 
Ada pohon iman, ada unsur yang disebut akar. Akar adalah keyakinan yang menghujam. dab jeyakinan itu letaknya di qalb yang justru jka dilanda terjangan emosi dari banyak hubungan yang dijalin dengan sesama akan memiliki kekuatan.
Maka keyakinanpun sama seperti jantung yang sehat, memiliki variabilitas dalam detakannya. Keyakinan yang sehat merasakan guncangan rasa, sedih, kecewa, berharap-harap, meluap-luap. 
Bahkan Rasulullah pun pernah merasakannya. ketika perang Badar dalam klimaks, Rasulullah berdo'a. Do'anya sangat mencenungkan "Jika kau biarkan pasukan ini binasa, Kau takkan disembah lagi di bumi! Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!" Gemetar bahu itu oleh isaknya, dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan. 
Dan Abu Bakar, lelaki dengan iman tanpa retak itu punya kalimat yang lebih santun bagi saya"Sudahlah Rasulullah," bisiknya sambil ,mengalungkan kembali selendang Sang Nabi,"Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janji-Nya padamu"
Keget kan, bahwa Rasulullah pernah berdo'a seperti itu??? Saya pun sangat kaget ketika membaca buku ini, "Dalam Dekapan Ukhuwah, dalam bab Yakinlah, dan Pejamkan Mata"
Dan beginilah kehidupan peyakin sejati, mereka harus mengalami petarungan batin yang sengit. mereka hanya memejamkan mata untuk yakin. Yang mereka alami adalah keterhijaban akan masa depan. Mereka tak tahu apa lagi setelah itu. Yang mereka tahu saat ini bahwa ada perinta Ilahi untuk begini, maka mereka mentaatiNya. "Jika ini perintah Ilahi, Dia takkan menyia-nyiakan imman dan amal kami" itulah kaidah suci yang selalu mereka ngiang-ngiangkan. lalu mereka bertindak. Mereka memadukan tekad untu taat dengan rasa hati yang kadang masih berat. Mereka satukan keberanian melangkah dengan gelora jiwa yang bertanya-tanya. Perpaduan itu membuat mereka memejamkan mata.
Dalam dekapan ukhuwah, jika kita mendapati ujian yang berat, mari kita pejamkan mata untuk menyempurnakan keterhijaban kita, lalu kerjakan, mengerjakannya sambil menutup mata menjadi tanda bahwa kita menyerahkan urusan kita pada ketentuanNya atas takdir kita yang telah Ia tetapkan.


Tulisan ini banyak mengambil tulisan Salim A.Fillah 
dalam Bukunya "Dalam Dekapan Ukhuwah"
Bab"Yakinlah, dan Pejamkan Mata"



 

Rabu, 04 Mei 2011

Filed under: Muslimah
Dialah Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughiroh. Beliau dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang kemudian menetap di Mekkah sehingga tidak ada kabilah yang dapat membela, menolak dan mencegah kezaliman atas dirinya, karena dia hidup sebatang kara. Posisinya menjadi sulit dibawah naungan aturan yang berlaku pada masa Jahiliyah.
Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Huzaifah. Dia akhirnya dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah, tokoh yang kita bicarakan ini. Beliau hidup bersamanya dalam suasana yang tenteram. Tidak berselang lama dari pernikahan tersebut, merekapun dikaruniai dua orang anak, yaitu ‘Ammar dan Ubaidullah
Tatkala ‘Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki beliau mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Maka berfikirlah ‘Ammar bin Yasir sebagaimana yang difikirkan oleh penduduk Mekkah, sehingga kesungguhan beliau di dalam berfikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya untuk memeluk Dienul Islam.
‘Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya.
Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.
Dari sinilah dimulai sejarah yang agung bagi Sumayyah yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk pertama kalinya.
Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena ‘Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga orang-orang kafir menyikapinya dengan menentang dan memusuhi mereka.
Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari dien mereka. Mereka memaksa dengan cara menyeret mereka ke padang pasir tatkala cuaca sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan diatas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad….Ahad…., beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang diucapkan juga oleh Yasir, ‘Ammar dan Bilal.
Suatu ketika Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah tersiksa secara kejam, maka beliau menengadahkan tangannya ke langit dan berseru :
"Bersabarlah keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga"
Sumayyah mendengar seruan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertambah tegar dan optimis dengan kewibawaan imannya. Dia mengulang-ulang dengan berani: "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar".
Sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang sepele dalam rangka memperjuangkan aqidahnya. Di hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla, maka dia menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para Thaghut yang zhalim, yang mana mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.
Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari istrinya. Sumayyah pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala para Thaghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah, Abu jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dengan menusukkannya sangkur yang berada dalam genggamannya ke tubuhnya. Maka terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan bersih. Dan beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh yang baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan, yang mana beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki, dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabb-nya. "Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan".
(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN)

The URI to TrackBack this entry is:http://muslimah.blogsome.com/2006/09/22/sumayyah-binti-khayyat-radhiallaahu-anha/trackback/