Dalam suatu penelitian seorang dokter, Myriam Horsten ada suatu hal yang menarik. Bahwa daya tahan terhadap serangan jantung ternyata tiodak berhubungan langsung dengan pola makan, gaya hidup , dan bahkan tingkat tekanan mereka dalam menghadapi persoalan hidup bermasyarakat.
Ternyata orang-orang yang lemah daya tahan jantungnya adalah orang-orang yang hidup flat,datar, tentram, jarang menghadapai persoalan pelik kehidupan, menjalani hari-hari dengan kemapanan, nyaris tanpa tantangan.
Dalam penelitiannya, Myriam bekerjasama dengan koleganya dari Karolinska Institute,stockholm,Swedia. Dia mengukur dan merekan detak jantung 300 orang wanita sehat selama 24 jam. Hal itu dilakukannya berulang-ulang. Penelitianpun dilakukan terhadap teman-teman para wanita ini, sekaligus diusahakan untuk memperoleh gambaran tentang seberapa tinggi tingkat kemarahan dan depresi mereka.
Orang yang aktif dan banyak terhubung dengan sesama manusia dalam sehari mengalami berbagai guncangan emosi; mereka tertawa, bersemangat, tegang, senyum, takut, cemas, optimis, tercerah. Kesemua hal yang sangat emosional dan dipicu dari hubungan-hubungan dengan sesama ini mempengaruhi berbagai hormon, utamanya adrenalin yang berperan mengatur ritme jantung.
"Jantung dalam kondisi seperti itu, yang sering dipicu dengan perubahan emosi adalah jantung yang berolahraga. jantung ini menjadi terlatih, dan kuat. Jantung ini adalah jantung yang sehat" tutur Myriam.Dan sebaliknya jantung orang yang kehidupannya datar-datar saja, tentram-tentram, dan lebih-lebih sangat kurang interaksi sosialnya memiliki variabilitas detak yang sangat kecil. Akibatnya, jantung mereka menjadi jangtumng yang lemah terhadap serangan.
Jadi, bagaimana caranya menguatkan jantung kita? "Gampang" kata Myriam Horsten. "Perbanyaklah hubungan dengan sesama, perkaya getar-getar emosi bersama mereka, lakukan hal-hal yang variatif dalam kehidupan, dan cobalah tantangan-tantangan baru!". Jadi benar, selain meluaskan rizki, silaturahim juga memanjangkan umur bahkan maknanya yang paling lugas.
Kembali lagi membahas tentang iman yang berada di hati, qalb, heart apapun bahasanya yang penting sama maknanya.
Ada pohon iman, ada unsur yang disebut akar. Akar adalah keyakinan yang menghujam. dab jeyakinan itu letaknya di qalb yang justru jka dilanda terjangan emosi dari banyak hubungan yang dijalin dengan sesama akan memiliki kekuatan.
Maka keyakinanpun sama seperti jantung yang sehat, memiliki variabilitas dalam detakannya. Keyakinan yang sehat merasakan guncangan rasa, sedih, kecewa, berharap-harap, meluap-luap.
Bahkan Rasulullah pun pernah merasakannya. ketika perang Badar dalam klimaks, Rasulullah berdo'a. Do'anya sangat mencenungkan "Jika kau biarkan pasukan ini binasa, Kau takkan disembah lagi di bumi! Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!" Gemetar bahu itu oleh isaknya, dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan.
Dan Abu Bakar, lelaki dengan iman tanpa retak itu punya kalimat yang lebih santun bagi saya"Sudahlah Rasulullah," bisiknya sambil ,mengalungkan kembali selendang Sang Nabi,"Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janji-Nya padamu"
Keget kan, bahwa Rasulullah pernah berdo'a seperti itu??? Saya pun sangat kaget ketika membaca buku ini, "Dalam Dekapan Ukhuwah, dalam bab Yakinlah, dan Pejamkan Mata"
Dan beginilah kehidupan peyakin sejati, mereka harus mengalami petarungan batin yang sengit. mereka hanya memejamkan mata untuk yakin. Yang mereka alami adalah keterhijaban akan masa depan. Mereka tak tahu apa lagi setelah itu. Yang mereka tahu saat ini bahwa ada perinta Ilahi untuk begini, maka mereka mentaatiNya. "Jika ini perintah Ilahi, Dia takkan menyia-nyiakan imman dan amal kami" itulah kaidah suci yang selalu mereka ngiang-ngiangkan. lalu mereka bertindak. Mereka memadukan tekad untu taat dengan rasa hati yang kadang masih berat. Mereka satukan keberanian melangkah dengan gelora jiwa yang bertanya-tanya. Perpaduan itu membuat mereka memejamkan mata.
Dalam dekapan ukhuwah, jika kita mendapati ujian yang berat, mari kita pejamkan mata untuk menyempurnakan keterhijaban kita, lalu kerjakan, mengerjakannya sambil menutup mata menjadi tanda bahwa kita menyerahkan urusan kita pada ketentuanNya atas takdir kita yang telah Ia tetapkan.
Tulisan ini banyak mengambil tulisan Salim A.Fillah
dalam Bukunya "Dalam Dekapan Ukhuwah"
Bab"Yakinlah, dan Pejamkan Mata"